Rabu, 28 April 2010

quote from my friend...

plagiat ide memang biasa di dunia web/blog , tapi klo copas brarti menjatuhkan reputasi web mereka sendiri & membuat web kita menjadi setingkat lebih baik. . .

Minggu, 11 April 2010

Bagaimana Pencegahan dan Pengobatan Down Syndrome?

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down Syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down Syndrome lebih tinggi. Down Syndrome tidak bisa dicegah, karena merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosom 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti. Yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya Down Syndrom. Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniocentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan, antara lain:

* Pemeriksaan fisik penderita
* Pemeriksaan kromosom
* Ultrasonography
* ECG
* Echocardiogram
* Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

Pengobatan

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya, penderita Down Syndrome juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.

Cekidot gan!!!

Apa Pengaruh Down Syndrome Pada Perkembangan Seseorang?

Semua sindroma down mempunyai keterbelakangan yang berbeda skalanya, namun tidak tertutup kemungkinan akan timbulnya satu kekuatan atau kelebihan bakat pada setiap individu. Anak-anak sindroma down juga dapat belajar duduk, berjalan, berbicara, bermain dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya, namun tentu lebih lambat daripada anak-anak yang bukan penyandang sindroma down.
Anak sindroma down sesungguhnya memiliki potensi besar, karena yang memiliki kelainan hanyalah kromosome-nya, bukan otaknya ataupun bagian badannya yang lain. Kekurangan-kekurangan yang dideritanya adalah sebagai akibat. Meskipun sikap dan perkembangannya lamban, namun bila ditangani sejak dini, maka potensinya dapat dimaksimal mendekati anak normal.

Cekidot gan!!!

Peneliti Amerika Menemukan Teori Baru Mengenai Down Syndrome


Para peneliti dari Amerika Serikat baru-baru ini mengungkapkan teori terbaru penyebab down syndrome. Disebutkan bahwa hilangnya protein di otak dalam jumlah sedikit, bukan banyak seperti yang selama ini diduga, menjelaskan mengapa terjadi down syndrome.

Para peneliti menemukan, baik pada manusia dan mencit yang menderita down syndrome, memiliki kadar protein spesifik di otak lebih sedikit dibandingkan orang yang normal. Pada uji coba pemberian obat pada mencit, ternyata berhasil mengembalikan kadar protein menjadi normal kembali.

"Kini kita sampai pada paradigma baru bahwa kita seharusnya melihat jumlah protein yang berkurang dan bukannya yang berlebihan pada otak penderita down syndrome. Ini adalah peluang untuk mengembangkan terapi target pengobatan down syndrome," kata peneliti senior Terry Elton, profesor farmakologi dari Ohio State University, AS.

Cekidot gan!!!

Apa Saja Ciri Khas, dan Resiko Kesehatan Penderita Down Syndrome?

Ciri Khas

Biasanya bayi terdiagnosa sebagai sindroma down lebih karena roman mukanya, yaitu:

  1. Muscle Hypotenia - Lemah otot
  2. Flat Facial Profile - Profil muka yang datar
  3. Oblique Palpebral Fissures - Bentuk mata yang keatas
  4. Dysplastic Ear - Bentuk kuping yang abnormal
  5. Simian Crease - Satu garis horisontal pada telapak tangan
  6. Hyperflexibility - kelenturan yang berlebihan pada persendian
  7. Dysplastic Middle Phalanx of the fifth finger - Jari kelingking (jari kecil) hanya ada satu sendi
  8. Epicanthal folds - Lipatan pada dalam ujung mata
  9. Exessive space between large & second toe - Jarak yang berlebihan antara jempol kaki dan telunjuk kaki
  10. Enlargment of tongue - Lidah besar yang tidak sebanding dengan mulutnya
Resiko Kesehatan

anak penyandang sindroma down memiliki resiko lebih tinggi akan masalah kesehatan dibandingkan dengan anak-anak normal. Beberapa masalah yang erat kaitannya dengan anak-anak ini adalah: kelainan jantung, kepekaan terdadap infeksi pada mata maupun kelainan pada bentuk otak.
Cacat tambahan seperti usus pendek, tidak beranus/dubur, busung dada, lemah otot maupun kerusakan syaraf adalah umum bagi penyandang sindroma down dan pada usia dewasa kemungkinan terserang penyakit Alzhimer (kehilangan sebagian besar memori) lebih besar 25% dibandingkan dewasa normal yang hanya 6%. Anak yang murni sindroma down pun belum tentu akan sehat sempurna selamanya, suatu waktu akan terlihat jelas kemunduran kesehatannya.
Dapatkan kita membayangkan jika kita dikaruniai seorang anak bayi mungil dengan kecacatan mental yang parah? anak itu anak tumbuh dan bergerak dengan sangat terbatas tak ubahnya bagaikan boneka yang hancur. Bagaimana rasanya para orang tua bila tak seorang pun yang ingin mengulurkan tangannya sementara kehidupannya sendiri tak berdaya?
Diharapkan dengan kemajuan dalam bidang pengobatan, masalah-masalah kesehatan ini dapat teratasi dan usia penyandang sindroma down bisa mencapai 55 tahun.

Cekidot gan!!!

Apa Penyebab dan Gejala Down Syndrome?

PENYEBAB

sindroma down terjadi karena kelainan pembelahan sel di seluruh tubuhnya yang disebut "non disjunction". Hal ini menghasilkan embrio (janin) dengan 3 copy kromosome, bukan 2 copy sebagaimana normalnya. Hingga kini penyebab "non disjunction" belum diketahui.
80% penyandang sindroma down dilahirkan oleh ibu-ibu muda usia. Jadi faktor usia bukan suatu penyebab utama sindroma ini.

Cekidot gan!!!

GEJALA

Tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita Down Syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak (Olds, London, & Ladewing, 1996).

Penderita sangat sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds).

Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebakan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat.

Cekidot gan!!!

Sejarah Down Syndrome?

Pada tahun 1866, Dokter John Langdon Down, mendeskripsikan dengan tepat seorang penyandang sindroma down dan menjadikannya "Bapak" Sindroma Down. Pada tahun 1959, Dokter Jerome Lejeune mengidentifikasikan sindroma down sebagai keabnormalan/kelainan kromosome. Dokter Lejeune tidak menemukan 46 kromosome pada penyandang Sindroma Down melainkan 47 kromosome. Kelebihan kromosome inilah yang menimbulkan ciri khas sindroma down. Kelebihan kromosome ini terjadi pada kromosome yang ke-21 dan kerena 95% kasus sindroma down disebabkan karena adanya 3 copy kromosome 21, maka sering juga disebut Trisomy 21. Dapat juga terjadi kelainan pada pembelahan sel ditubuhnya, dimana tidak semua sel mengandung kelainan pada kromosome 21nya, sehingga terdapat 3 jenis sindroma down sebagai berikut

  1. Trisomi-21 (semua gene mengalami perubahan) 95%
  2. Translocation (bawaan) 4%
  3. Mosaic (tidak semua gene yang mengalami perubahan karena extra kromosom) 1%
Pada tahun 1970-an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah Down Syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Cekidot gan!!!

ISDI
House of Sulastowo

Rabu, 07 April 2010

Bagaimana Mendeteksi Autisme Sedini Mungkin?

Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan kemudian dilakukan penanganan yang tepat dan intensif, kita dapat membantu anak autis untuk berkembang secara optimal.
Untuk dapat mengetahui gejala autisme sejak dini, telah dikembangkan suatu checklist yang dinamakan M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers). Berikut adalah pertanyaan penting bagi orangtua:
1. Apakah anak anda tertarik pada anak-anak lain?
2. Apakah anak anda dapat menunjuk untuk memberitahu ketertarikannya pada sesuatu?
3. Apakah anak anda pernah membawa suatu benda untuk diperlihatkan pada orangtua?
4. Apakah anak anda dapat meniru tingkah laku anda?
5. Apakah anak anda berespon bila dipanggil namanya?
6. Bila anda menunjuk mainan dari jarak jauh, apakah anak anda akan melihat ke arah mainan tersebut?

Bila jawaban anda TIDAK pada 2 pertanyaan atau lebih, maka anda sebaiknya berkonsultasi dengan profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme.

Cekidot gan!!!

Rapiditas Penderita Autisme

Jumlah penderita autisme terus meningkat, di Amerika telah dinyatakan sebagai national-alarming, karena peningkatan jumlah penderita dari tahun ke tahun cukup mengkhawatirkan. Prevalensi penderita autisme secara umum, terus menunjukkan peningkatan, pada 1987 ditemukan pada 1:5000 penduduk, sepuluh tahun berikutnya perbandingannya menjadi 1:500, kemudian menjadi 1:250 di tahun 2000. Pada 2001 Center for Disease Control and Prevention autisme dijumpai pada 2-6 per 1.000 orang atau 1 di antara 150 penduduk, sedangkan pada tahun-tahun berikutnya diperkirakan peningkatannya mencapai 10-17% per tahun, yang berarti akan terdapat 4 juta penyandang autisme di Amerika pada dekade berikutnya.


Berdasarkan data di Poliklinik Jiwa Anak Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada 1989 tercatat hanya 2 pasien autisme. Pada 2000, meningkat menjadi 103 anak. Di RS Pondok Indah Jakarta Selatan hampir setiap hari datang seorang pasien autisme baru. Di RSUD Soetomo Surabaya, pada 1997 jumlahnya meningkat drastis sampai 20 anak per tahun, dari hanya 2-3 orang anak di tahun-tahun sebelumnya. Data yang diungkapkan oleh ahli autisme di Indonesia, pada tahun 80-an pasien autis masih sangat jarang tapi memasuki tahun 90-an kasus autisme mulai muncul 1-2 pasien baru setiap harinya dan terus meningkat jumlahnya hingga 4-5 pasien baru di tahun 2000.


Pusat Pengamatan dan Pengkajian Tumbuh Kembang Anak (PPPTKA/P3TKA) Yogyakarta, sejak 1982 hingga 1990, anak yang terdiagnosis autisme berjumlah 40 anak. Data tersebut mengungkapkan 87,5 % merupakan anak laki-laki, serta 50% merupakan anak pertama. Data pada Yayasan Autisme Semarang (YAS), jumlah penyandang autisme yang telah terdeteksi sampai Juni 2003 mencapai 165 anak dengan rentang usia 2-17 tahun. Jumlah tersebut belum dapat disebut angka pasti karena jumlah pengidap autisme yang tidak terdeteksi bisa jadi lebih banyak lagi, akibat ketidaktahuan masyarakat mengenai gangguan perkembangan ini serta biaya diagnosa autisme yang memang relatif mahal.


Autisme tidak dapat didiagnosis hanya dengan observasi tunggal, melainkan harus dilakukan observasi terhadap perkembangan anak dan perubahannya dalam suatu jangka yang lama. Idealnya seorang anak yang diduga mengidap autisme perlu diperiksa secara multidisiplin oleh dokter anak, dokter syaraf, psikolog, terapi wicara, konsultan pendidikan, atau pakar lain yang ahli dalam bidang autisme. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menegakkan diagnosa autisme menjadi sangat mahal.


Cekidot gan!!!

Bagaimana Dengan Treatment Autisme Di Indonesia?

Penanganan Autisme di Indonesia
Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia diantaranya adalah:
1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia.

cekidot gan!!!

Apa Aja Terapi Bagi Anak Autis?

Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif? Maka jawaban atas pertanyaan ini sangat kompleks, bahkan para orang tua dari anak-anak dengan autisme pun merasa bingung ketika dihadapkan dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang ditawarkan bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persolan perilaku.

Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.

• Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
• Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime.
• TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication – Handicapped Children).
• Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).

Terapi Diet pada Gangguan Autisme

Sampai saat ini belum ada obat atau diet khusus yang dapat memperbaiki struktur otak atau jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari gangguan autisme. Seperti diketahui gejala yang timbul pada anak dengan gangguan autisme sangat bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual tergantung keadaan dan gejala yang timbul, tidak bisa diseragamkan. Namun akan sulit sekali membuat pedoman diet yang sifatnya sangat individual. Perlu diperhatikan bahwa anak dengan gangguan autisme umumnya sangat alergi terhadap beberapa makanan. Pengalaman dan perhatian orangtua dalam mengatur makanan dan mengamati gejala yang timbul akibat makanan tertentu sangat bermanfaat dalam terapi selanjutnya. Terapi diet disesuaikan dengan gejala utama yang timbul pada anak. Berikut beberapa contoh diet anak autisme.

1. Diet tanpa gluten dan tanpa kasein

Berbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme. Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein.

Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga “rumput” seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu. Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius/memicu timbulnya gejala. Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Beberapa contoh resep masakan yang terdapat pada situs Autis.info ini diutamakan pada menu diet tanpa gluten dan tanpa kasein. Bila anak ternyata ada gangguan lain, maka tinggal menyesuaikan resep masakan tersebut dengan mengganti bahan makanan yang dianjurkan. Perbaikan/penurunan gejala autisme dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu antara 1-3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi makanan seperti sebelumnya.

Makanan yang dihindari adalah :

  • Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.
  • Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya.
  • Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju, mentega, yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu.
  • Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan fermentasi ragi.
  • Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.

Makanan yang dianjurkan adalah :

  • Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, ararut, maizena, bihun, soun, dan sebagainya.
  • Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacangan lainnya.
  • Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung, tomat, wortel, timun, dan sebagainya.
  • Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu, jeruk, semangka, dan sebagainya.


2. Diet anti-yeast/ragi/jamur

Diet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya dengan gula, maka makanan yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast, dan jamur.

Makanan yang perlu dihindari adalah :

  • Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti, yang menggunakan gula dan yeast.
  • Semua jenis keju.
  • Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis, hotdog, kornet, dan lain-lain.
  • Macam-macam saus (saus tomat, saus cabai), bumbu/rempah, mustard, monosodium glutamate, macam-macam kecap, macam-macam acar (timun, bawang, zaitun) atau makanan yang menggunakan cuka, mayonnaise, atau salad dressing.
  • Semua jenis jamur segar maupun kering misalnya jamur kuping, jamur merang, dan lain-lain.
  • Buah yang dikeringkan misalnya kismis, aprokot, kurma, pisang, prune, dan lain-lain.
  • Fruit juice/sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol, dan semua minuman yang manis.
  • Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat tumbuh dengan cepat pada sisa makanan tersebut, kecuali disimpan dalam lemari es.

Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu, untuk mencobanya biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan gejala, berarti dapat dikonsumsi.

Makanan yang dianjurkan adalah :

  • Makanan sumber karbohidrat: beras, tepung beras, kentang, ubi, singkong, jagung, dan tales. Roti atau biscuit dapat diberikan bila dibuat dari tepaung yang bukan tepung terigu.
  • Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan hasil laut lain yang segar.
  • Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (almod, mete, kacang kedelai, kacang hijau, kacang polong, dan lainnya). Namun, kacang tanah tidak dianjurkan karena sering berjamur.
  • Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti brokoli, kol, kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam, terong, sawi, tomat, buncis, kacang panjang, kangkung, tomat, dan lain-lain.
  • Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas.


3. Diet untuk alergi dan inteloransi makanan

Anak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering menimbulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu, cokelat, gandum/terigu, dan bias lebih banyak lagi. Cara mengatur makanan untuk anak alergi dan intoleransi makanan, pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya. Makanan yang diduga menyebabkan gejala alergi/intoleransi harus dihindarkan. Misalnya, jika anak alergi terhadap telur, maka semua makanan yang menggunakan telur harus dihindarkan. Makanan tersebut tidak harus dipantang seumur hidup. Dengan bertambahnya umur anak, makanan tersebut dapat diperkenalkan satu per satu, sedikit demi sedikit.


Cara mengatur makanan secara umum

  1. Berikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel-sel yang rusak dan kegiatan sehari-hari.
  2. Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan fruktosa lebih lambat disbanding gula/sukrosa.
  3. Minyak untuk memasak sebaiknya menggunakan minyak sayur, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai, atau minyak olive. Bila perlu menambah konsumsi lemak, makanan dapat digoreng.
  4. Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan buah-buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi per hari.
  5. Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive (zat penambah rasa, zat pewarna, zat pengawet).
  6. Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian suplemen vitamin dan mineral (vitamin B6, vitmin C, seng, dan magnesium).
  7. Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara lengkap dan tanggal kadaluwarsanya.
  8. Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak akan bosan.
  9. Hindari junk food seperti yang saat ini banyak dijual, ganti dengan buah dan sayuran segar.
• Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.

Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.

Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD):
Bersifat: (1) Verbal; (2) Non-Verbal; (3) Kombinasi.

Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:

  1. Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, maka
    Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.
  2. Untuk Artikulasi atau Pengucapan:
    Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.
  3. Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:
    1. Phonology (bahasa bunyi);
    2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;
    3. Morphology (perubahan pada kata),
    4. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;
    5. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas),
    6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;
    7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
  4. Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari individu itu sendiri.
  5. Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;

PERAN KHUSUS dari Terapi wicara adalah mengajarkan suatu cara untuk ber KOMUNIKASI:

  1. Berbicara:
    Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara verbal yang baik dan fungsional. (Termasuk bahasa reseptif/ ekspresif – kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll).
  2. Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication): Gambar atau symbol atau bahasa isyarat sebagai kode bahasa; (1) : penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai pendamping bagi yang verbal); (2) Alat Bantu itu sendiri sebagai bahasa bagi yang memang NON-Verbal.

Dimana Terapis Wicara Bekerja:

  1. Dirumah Sakit: Pada bagian Rehabilitasi, biasanya bekerjasama dengan dokter rehabilitasi bersama tim rehabilitasi lainnya (dokter, psikolog, physioterapis dan Terapis Okupasi).
  2. Disekolah Biasa: Tidak Umum di Indonesia. Pada bagian Penerimaan siswa baru, biasanya bekerjasama dengan guru, psikolog dan konselor. Menangani permasalah keterlambatan berbahasa dan berbicara pada tahap sekolah, dan memantau dari awal murid-murid dengan kesulitan atau gangguan berbicara tetapi masih dapat ditangani dengan pemberian terapi pada tahap sekolah biasa.
  3. Disekolah Luar Biasa: Pada bagian Terapi wicara, bekerjasama dengan guru dan professional lainnya pada sekolah tersebut. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi
  4. Pada Klinik Rehabilitasi: Praktek dibawah pengawasan dokter, biasanya dengan tim rehabilitasi lainnya,
  5. Praktek Perorangan: Praktek sendiri berdasarkan rujukan, bekerjasama melalui networking. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi.
  6. Home Visit: Mendatangi rumah pasien untuk pelayanan-pelayanan diatas dikarenakan ketidakmungkinan untuk pasien tersebut berpergian ataupun dengan perjanjian.

• Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya. Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan.
Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).

Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.

Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C; yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh Consequence (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan.

Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.


• Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya.
• Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory Integration Training (AIT).
• Terapi Biomedik, akhir-akhir ini terapi biomedik banyak diterapkan pada anak dengan ASD. Hal ini didasarkan atas penemuan-penemuan para pakar, bahwa pada anak-anak ini terdapat banyak gangguan metabolisme dalam tubuhnya yang mempengaruhi susunan saraf pusat sedemikian rupa, sehingga fungsi otak terganggu. Gangguan tersebut bisa memperberat gejala autisme yang sudah ada, atau bahkan bisa juga bekerja sebagai pencetus dari timbulnya gejala autisme.

Yang sering ditemukan adalah adanya multiple food allergy, gangguan pencernaan, peradangan dinding usus, adanya exomorphin dalam otak (yang terjadi dari casein dan gluten), gangguan keseimbangan mineral tubuh, dan keracunan logam berat seperti timbal hitam (Pb), merkuri (Hg), Arsen (As), Cadmium (Cd) dan Antimoni (Sb). Logam-logam berat diatas semuanya berupa racun otak yang kuat.

Yang dimaksud dengan terapi biomedik adalah mencari semua gangguan tersebut diatas dan bila ditemukan, maka harus diperbaiki , dengan demikian diharapkan bahwa fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik sehingga gejala-gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.

Pemeriksaan yang dilakukan biasanya adalah pemeriksaan laboratorik yang meliputi pemeriksaan darah, urin, rambut dan feses. Juga pemeriksaan colonoscopy dilakukan bila ada indikasi.

Terapi biomedik tidak menggantikan terapi-terapi yang telah ada, seperti terapi perilaku, wicara, okupasi dan integrasi sensoris. Terapi biomedik melengkapi terapi yang telah ada dengan memperbaiki “dari dalam”. Dengan demikian diharapkan bahwa perbaikan akan lebih cepat terjadi.


Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak mungkin mengkontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.


Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.


Terapi dengan Pendekatan Psikodinamis


Pendekatan terapi berorientasi psikodinamis terhadap individu autistik berdasarkan asumsi bahwa penyebab autisme adalah adanya penolakan dan sikap orang tua yang “dingin” dalam mengasuh anak. Terapi Bettelheim dilakukan dengan menjauhkan anak dari kediaman dan pengawasan orang tua. Kini terapi dengan pendekatan psikodinamis tidak begitu lazim digunakan karena asumsi dasar dari pendekatan ini telah disangkal oleh bukti-bukti yang menyatakan bahwa autisme bukanlah akibat salah asuhan melainkan disebabkan oleh gangguan fungsi otak.. Pendekatan yang berorientasi Psiko-dinamis didominasi oleh teori-teori awal yang memandang autisme sebagai suatu masalah ketidakteraturan emosional.


Terapi Dengan Intervensi Behavioral


Pendekatan Behavioral telah terbukti dapat memperbaiki perilaku individu autistik. Pendekatan ini merupakan variasi dan pengembangan teori belajar yang semula hanya terbatas pada sistem pengelolaan ganjaran dan hukuman (reward and punishment). Prinsipnya adalah mengajarkan perilaku yang sesuai dan diharapkan serta mengurangi/mengeliminir perilaku-perilaku yang salah pada individu autistik. Pendekatan ini juga menekankan pada pendidikan khusus yang difokuskan pada pengembangan kemampuan akademik dan keahlian-keahlian yang berhubungan dengan pendidikan. Saat ini ada beberapa sistem behavioral yang diterapkan pada individu dengan kebutuhan khusus seperti autisme:

  1. Operant Conditioning (konsep belajar operan). Pendekatan operan merupakan penerapan prinsip-prinsip teori belajar secara langsung. Prinsip pemberian ganjaran dan hukuman: perilaku yang positif akan mendapatkan konsekuensi positif (reward), sebaliknya perilaku negatif akan mendapat konsekuensi negatif (punishment). Dengan demikian diharapkan inti dan tujuan utama dari pendekatan ini yaitu mengembangkan dan meningkatkan perilaku positif, serta mengurangi perilaku negatif yang tidak produktif.

  2. Cognitive Learning (konsep belajar kognitif).Struktur pengajaran pada pendekatan ini sedikit berbeda dengan konsep belajar operan. Fokusnya lebih kepada seberapa baik pemahaman individu autistik terhadap apa yang diharapkan oleh lingkungan. Pendekatan ini menggunakan ganjaran dan hukuman untuk lebih menegaskan apa yang diharapkan lingkungan terhadap anak autistik. Fokusnya adalah pada seberapa baik seorang penderita autistik dapat memahami lingkungan disekitarnya dan apa yang diharapkan oleh lingkungan tersebut terhadap dirinya. Latihan relaksasi merupakan bentuk lain dari pendekatan kognitif. Latihan ini difokuskan pada kesadaran dengan menggunakan tarikan napas panjang, pelemasan otot-otot, dan perumpamaan visual untuk menetralisir kegelisahan.

  3. Social Learning (konsep belajar sosial). Ketidakmampuan dalam menjalin interaksi sosial merupakan masalah utama dalam autisme, karena itu pendekatan ini menekankan pada pentingnya pelatihan keterampilan sosial (social skills training). Teknik yang sering digunakan dalam mengajarkan perilaku sosial positif antara lain: modelling (pemberian contoh), role playing (permainan peran), dan rehearsal (latihan/pengulangan). Pendekatan belajar sosial mengkaji perilaku dalam hal konteks sosial dan implikasinya dalam fungsi personal.

Salah satu bentuk modifikasi dari intervensi behavioral yang banyak di terapkan di pusat-pusat terapi di Indonesia adalah teknik modifikasi tatalaksana perilaku oleh Ivar Lovaas. Terapi ini menggunakan prinsip belajar-mengajar untuk mengajarkan sesuatu yang kurang atau tidak dimiliki anak autis. Misalnya anak diajar berperhatian, meniru suara, menggunakan kata-kata, bagaimana bermain. Hal yang secara alami bisa dilakukan anak-anak biasa, tetapi tidak dimiliki anak penyandang autisme. Semua keterampilan yang ingin diajarkan kepada penyandang autisme diberikan secara berulang-ulang dengan memberi imbalan bila anak memberi respons yang baik. awalnya imbalan bisa berbentuk konkret seperti mainan, makanan atau minuman. Tetapi sedikit demi sedikit imbalan atas keberhasilan anak itu diganti dengan imbalan sosial, misalnya pujian, pelukan dan senyuman.



Bentuk-bentuk psikoterapi menggunakan pendekatan behavioral (behavior therapy) kepada anak/individu dengan ASD, bersumber pada teori belajar, khususnya pengondisian operan Skinner. Perspektif behaviorisme Skinner memandang individu sebagai organisme yang perbendaharaan tingkah lakunya di peroleh melalui belajar.


Skinner membedakan dua tipe respons tingkah laku: responden dan operan (operant). Respons (tingkah laku) selalu didahului oleh stimulus dan tingkah laku responden diperoleh melalui belajar serta bisa dikondisikan. Skinner yakin kecenderungan organisme untuk mengulang ataupun menghentikan tingkah lakunya di masa datang tergantung pada hasil atau konsekuensi (pemerkuat/positive dan negative reinforcer) yang diperoleh oleh organisme/individu dari tingkah lakunya tersebut. Para ahli teori belajar membagi pemerkuat (reinforcer) menjadi dua: (1) pemerkuat primer (unconditioned reinforcer), adalah kejadian atau objek yang memiliki sifat memperkuat secara inheren tanpa melalui proses belajar seperti: makanan bagi yang lapar; sedangkan (2) pemerkuat sekunder (pemerkuat sosial) merupakan hal, kejadian, atau objek memperkuat respons melalui pengalaman pengondisian atau proses belajar pada organisme. Meskipun menurut Skinner nilai pemerkuat sekunder belum tentu sama pada setiap orang, namun pemerkuat sekunder memiliki daya yang besar bagi pembentukan dan pengendalian tingkah laku.


Thorndike dan Watson memandang bahwa "organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis; perilaku adalah hasil dari pengalaman; dan perilaku di gerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan". Behavioris melalui beberapa eksperimen seperti: metode pelaziman klasik (classical conditioning), operant conditioning, dan konsep belajar sosial (social learning) menyimpulkan bahwa manusia sangat plastis sehingga dapat dengan mudah di bentuk oleh lingkungan.



Intervensi Biologis


Intervensi biologis mencakup pemberian obat dan vitamin kepada individu autistik. Pemberian obat tidak telalu membantu bagi sebagian besar anak autistik. Secara farmakologis hanya sekitar 10-15% pengidap autisme yang cocok dan terbantu oleh pemberian obat-obatan dan vitamin


cekidot gan!!!

Adakah Mitos Tentang Autisme?

Mitos: Semua anak dengan autisme memiliki kesulitan belajar.

Fakta: Autisme memiliki manifestasi yang berbeda pada setiap orang. Simtom gangguan ini dapat bervariasi secara signifikan dan meski beberapa anak memiliki kesulitan belajar yang berat, beberapa anak lain dapat memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan mampu menyelesaikan materi pembelajaran yang sulit, seperti persoalan matematika. Contohnya, anak dengan sindrom Asperger biasanya berhasil di sekolah dan dapat menjadi mandiri ketika ia dewasa.


Mitos: Anak dengan autisme tidak pernah melakukan kontak mata.

Fakta: Banyak anak dengan autisme mampu melakukan kontak mata. Kontak mata yang dilakukan mungkin lebih singkat durasinya atau berbeda dari anak normal, tetapi mereka mampu melihat orang lain, tersenyum dan mengekspresikan banyak komunikasi nonverbal lainnya.


Mitos: Anak dengan autisme sulit melakukan komunikasi secara verbal.

Fakta: Banyak anak dengan autisme mampu mengembangkan kemampuan berbahasa yang fungsional. Mereka mengembangkan beberapa keterampilan berkomunikasi, seperti dengan menggunakan bahasa isyarat, gambar, komputer, atau peralatan elektronik lainnya.


Mitos: Anak dengan autisme tidak dapat menunjukkan afeksi.

Fakta: Salah satu mitos tentang autisme yang paling menyedihkan adalah miskonsepsi bahwa anak dengan autisme tidak dapat memberi dan menerima afeksi dan kasih sayang. Stimulasi sensoris diproses secara berbeda oleh beberapa anak dengan autisme, menyebabkan mereka memiliki kesulitan dalam menunjukkan afeksi dalam cara yang konvensional. Memberi dan menerima kasih sayang dari seorang anak dengan autisme akan membutuhkan penerimaan untuk menerima dan memberi kasih sayang sesuai dengan konsep dan cara anak.

Orang tua terkadang merasa sulit untuk berkomunikasi hingga anak mau mulai membangun hubungan yang lebih dalam. Keluarga dan teman mungkin tidak memahami kecenderungan anak untuk sendiri, tetapi dapat belajar untuk menghargai dan menghormati kapasitas anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain.


Mitos: Anak dan orang dewasa dengan autisme lebih senang sendirian dan menutup diri serta tidak peduli dengan orang lain.

Fakta: Anak dan orang dewasa dengan autisme pada dasarnya ingin berinteraksi secara sosial tetapi kurang mampu mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang efektif. Mereka sering kali sangat peduli tetapi kurang mampu untuk menunjukkan tingkah laku sosial dan berempati secara spontan.


Mitos: Anak dan orang dewasa dengan autisme tidak dapat mempelajari keterampilan bersosialisasi.

Fakta: Anak dan orang dewasa dengan autisme dapat mempelajari keterampilan bersosialisasi jika mereka menerima pelatihan yang dikhususkan untuk mereka. Keterampilan bersosialisasi pada anak dan orang dewasa dengan autisme tidak berkembang dengan sendirinya karena pengalaman hidup sehari-hari.


Mitos: Autisme hanya sebuah fase kehidupan, anak-anak akan melaluinya.

Fakta: Anak dengan autisme tidak dapat sembuh. Meski demikian, banyak anak dengan simtom autisme yang ringan, seperti sindrom Asperger, dapat hidup mandiri dengan dukungan dan pendidikan yang tepat. Anak-anak lain dengan simtom yang lebih berat akan selalu membutuhkan bantuan dan dukungan, serta tidak dapat hidup mandiri sepenuhnya.

Hal itu menyebabkan kekhawatiran bagi sebagian orang tua, terutama ketika mereka menyadari bahwa mereka mungkin tidak dapat mendampingi anak memasuki masa dewasanya. Oleh karena itu, anak dengan autisme membutuhkan bantuan.

Untuk itu, diperlukan suatu diagnosis yang tepat dan benar untuk seorang anak dikatakan sebagai autisme. Setelah mendapatkan diagnosis yang tepat, anak tersebut dapat melakukan suatu terapi. Anak dengan autisme dapat dibantu dengan memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu terapi yang dapat dilakukan adalah dengan terapi okupasi. (Dedy Suhaeri/"PR"/Winny Soenaryo, M.A., O.T.R./L. Pediatric Occupational Therapist)***


KELIRU: Autisme disebabkan cara pengasuhan yang salah dari orangtua

BENAR: Autisme BUKAN kondisi emosional dimana anak menjauh dari orang tuanya tetapi merupakan akibat perkembangan neurobiologist di otak dan karena itu TIDAK disebabkan oleh cara pengasuhan yang salah.

KELIRU: individu autistik tidak bisa merasakan dan menyalurkan emosi mereka, kecuali emosi marah atau senang.

BENAR: Individu autistik TIDAK kehilangan kemampuan untuk mempunyai hubungan emosional dan bisa diharapkan untuk mengembangkan kepekaan emosional seperti individu lain pada umumnya.

KELIRU: Semua individu autistik sebaiknya mengikuti terapi xxx, xxx. Kalau tidak autisme mereka akan makin parah.

BENAR: TIDAK ada satu pun terapi yang dapat dipakai untuk memperbaiki SEMUA gejala pada SEMUA individu. Penanganan harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu, sehingga penanganan pada setiap individu tidak dapat disama-ratakan.

KELIRU: Setiap individu autistik pasti punya kemampuan khusus yang melebihi individu lain pada umumnya.

BENAR: Individu autistik TIDAK selalu mempunyai kemampuan jenius. Mereka berkembang seperti individu lain pada umumnya, dengan kecerdasan yang bervariasi, bakat yang berbeda-beda, dan kesempatan yang tidak sama.

KELIRU: Autisme adalah sebuah penyakit mental.

BENAR: Autisme BUKAN penyakit mental dan penyandang autis TIDAK cacat mental.


Cekidot gan!!!

Cekidot lagi gan!!!

Adakah Teori-Teori Tentang Autisme?

Faktor psikologis dianggap sebagai pencetus autisme yang menyebabkan anak menolak dunia luar. Teori ini selanjutnya dikenal dengan teori psikososial serta populer sekitar tahun 1950-1960.


Teori tersebut kemudian disusul dengan teori neurologis. Dari berbagai gangguan perkembangan otak, mungkin gangguan autisme adalah yang paling menarik dan misterius. Hal ini akibat kompleksitas berbagai sistem otak yang berinteraksi dan rumit karena mengenai aspek sosial, kognitif dan linguistik sehingga sangat erat dengan komunikasi dan humanitas. Penelitian dalam bidang neoroanatomi, neorofisiologi, neorokimiawi dan genetika pada beberapa anak penyandang autisme menunjukkan adanya gangguan atau kelainan pada perkembangan sel-sel otak selama dalam kandungan. Pada saat pembentukan sel-sel tersebut terjadi gangguan oksigenasi, pendarahan, keracunan, infeksi TORCH yang mengganggu kesempurnaan pembentukan sel otak di beberapa tempat.


Cekidot gan!!!

autis-info

Penyebab Autisme?

Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif.

Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1). Faktor psikososial, karena orang tua “dingin” dalam mengasuh anak sehingga anak menjadi “dingin” pula; dan (2). Teori gangguan neuro-biologist yang menyebutkan gangguan neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak. Pada 10-15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran telah canggih dan penelitian mulai membuahkan hasil. Penelitian pada kembar identik menunjukkan adanya kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis karena cenderung terjadi pada kedua anak kembar.

Awalnya autisme diduga sebagai kegagalan orang tua dalam pengasuhan anak, yaitu perilaku orang tua terutama ibu yang “dingin” dalam mengasuh anak sehingga anak menjadi “dingin” pula. Faktor psikologis dianggap sebagai pencetus autisme yang menyebabkan anak menolak dunia luar.

Sampai saat ini, apa yang menjadi penyebab gangguan spektrum autisme ini belum dapat ditetapkan. Negara-negara adikuasa yang sanggup melakukan penelitian menyatakan bahwa penyebab gangguan perkembangan ini merupakan interaksi antara faktor genetik dan berbagai paparan negatif yang didapat dari lingkungan.

Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu, kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal, seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.

Faktor lain yang juga diduga dan diyakini penyebab autisme adalah faktor perinatal, yaitu: selama kehamilan, gangguan pembentukan sel otak oleh berbagai faktor penyebab, serta berbagai faktor sesaat setelah kelahiran. Selain itu, pengobatan pada ibu hamil juga dapat merupakan faktor resiko yang menyebabkan autisme. Komplikasi yang paling sering dilaporkan berhubungan dengan autisme adalah pendarahan trisemester pertama dan gawat janin disertai aspirasi mikonium saat mendekati kelahiran. Kasus autisme ditemukan pada masalah-masalah pranatal, seperti: premature, postmature, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, umur ibu lebih dari 35 tahun, serta banyak dialami anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan serta “repiratory distress syndrome”.

Adanya gangguan struktur dan fungsi otak disebabkan oleh: (1) herediter/genetik, dimana saudara dari para penyandang autisme mempunyai resiko puluhan kali untuk dapat menyandang autisme dibandingkan dengan anak-anak lain yang tidak mempunyai saudara yang menyandang autisme; (2) proses selama kehamilan dan persalinan. Diduga infeksi virus pada awal kehamilan, komplikasi kehamilan dan persalinan, dapat berkaitan dengan lahirnya anak autisme.


Pada beberapa kasus, ditemukan bahwa autisme memang berkaitan dengan masalah genetik, walaupun hingga kini belum ditemukan gen tertentu yang berhubungan secara langsung menyebabkan autisme. Para ahli meyakini bahwa gen yang mendasari autisme sangat kompleks dan mungkin terdiri atas kombinasi beberapa gen. Teori yang meyakini faktor genetik memegang peran penting dalam terjadinya autisme diungkapkan pada tahun 1977. Hubungan autisme dan masalah genetik ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa 2,5% hingga 3% autisme ditemukan pada saudara dari pengidap autisme, yang berarti jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi normal.


Faktor lain yang juga dituding adalah gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan metabolisme yang mengganggu kerja otak seperti: kekurangan vitamin, mineral, enzim, dsb.; alergi makanan; gangguan pencernaan; infeksi dinding usus oleh jamur, virus, bakteri; keracunan logam berat; serta gangguan kekebalan tubuh juga sering dikaitkan dengan munculnya autisme pada anak yang semula terlahir normal tapi mulai menampakkan gejala autisme sekitar usia 2 tahun.


Selain merupakan gangguan perkembangan yang disebabkan oleh multifaktor, autisme juga mempunyai gejala yang sangat beragam pada tiap individu. Inkonsistensi gejala yang muncul pada seorang anak serta derajat gangguan yang bervariasi antara anak yang satu dan yang lainnya memerlukan ketelitian, pengetahuan dan pengalaman para profesional dalam mendiagnosis autisme. Disamping itu, juga diperlukan diagnosis banding untuk membedakan autisme dengan gangguan perkembangan yang lain seperti: schizofrenia pada anak, retardasi mental, gangguan perkembangan berbahasa ekspresif ataupun reseptif, sindrom asperger, gangguan pendengaran, dll.


Cekidot gan!!!

autis-info

Diagnosa Autisme? Gimana?

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:

Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal

The Checklist for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.

The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka

The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan observasi yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebagainya.

Cekidot, gan!

RumahAutis

Gejala Autisme? Apa Aja?

Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas

Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.

1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu


Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.


Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspada dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :


1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu


Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.

Gejala individu autistik yang harus muncul (salah satu atau kesemuanya) adalah gangguan interaksi kualitatif, gangguan komunikasi yang tidak diusahakan diatasi dengan kemampuan komunikasi non-verbal, dan perilaku repetitif terbatas dengan pola minat, perilaku dan aktifitas berulang.

Cekidot gan!!!

Wikipedia
RumahAutis
AutisIndonesia

Autisme Dalam DSM IV

Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Perpasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:

1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.

2. Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.

3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).

4. Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.

5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

from Wikipedia

Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV

A. Interaksi Sosial (minimal 2):

1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah

B. Komunikasi Sosial (minimal 1):
1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social

C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda

from RumahAutis

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV). Kategori diagnostik autisme terus mengalami perubahan dari tahun ke tahun seiring dengan kemajuan riset mengenai autisme. Diagnosis autisme dibuat jika ditemukan sejumlah kriteria yang terdaftar didalam DSM-IV:




Harus ada sedikitnya 6 atau lebih gejala dari a., b., dan c., dengan paling tidak 2 gejala dari a., dan masing-masing 1 gejala dari tiap b. dan c.:

  1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, yang dimanifestasikan melalui paling tidak 2 dari gejala-gejala dibawah ini: (a) Gangguan yang berarti dalam tingkah laku nonverbal, seperti pandangan/tatapan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak anggota badan yang mengatur interaksi sosial. (b) Kegagalan untuk membangun hubungan dengan teman sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangan mentalnya. (c) Kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat, dan hasil/prestasi dengan orang lain (misalnya: jarang memperlihatkan, membawa, atau menunjukkan benda/hal yang ia minati). (d) Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.

  2. Gangguan kualitatif dalam komunikasi, yang dimanifestasikan melalui paling tidak 1 dari gejala-gejala dibawah ini: (a) Mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak ada perkembangan bahasa lisan (tidak ada upaya untuk menggantinya dengan cara berkomunikasi yang lain seperti gerak badan atau mimik wajah). (b) Kemampuan bicara sangat individual, ditandai dengan gangguan dalam kemampuan untuk memulai dan melakukan pembicaraan dengan orang lain. (c) Penggunaan bahasa yang aneh dan diulang-ulang. (d) Kurang variasi dan spontanitas dalam permainan berpura-pura atau peniruan sosial yang sesuai dengan perkembangan mentalnya.

  3. Perilaku, minat dan aktifitas yang terbatas dan berulang-ulang, yang dimanifestasikan oleh paling tidak 1 dari gejala-gejala di bawah ini: (a) Keasyikan yang tidak wajar dalam hal fokus dan intensitas terhadap suatu pola minat yang terbatas dan berulang-ulang. (b) Terpaku terhadap rutinitas atau ritual yang tak ada gunanya. (c) Perilaku motorik yang terbatas dan berulang-ulang (misalnya: mengepakkan atau memutar tangan dan jari, atau menggerak-gerakkan seluruh anggota badan). (d) Keasyikan yang berlebihan terhadap bagian tertentu dari objek/benda.

Sebelum usia 3 tahun terjadi keterlambatan atau abnormalitas fungsi yang tampak pada paling tidak 1 dari bidang-bidang berikut ini: a. interaksi sosial, b. bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau c. permainan yang bersifat simbolis atau imajinatif.



Gangguan tidak disebabkan oleh Sindroma Rett atau gangguan disintegratif masa kanak-kanak.






Secara umum ada beberapa gejala yang tampak pada individu autisme sebelum mencapai usia 3 tahun, gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal dan nonverbal: (a) Terlambat berbicara. (b) Berbicara dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain. (c) Bila kata-kata mulai diucapkan, tidak mengerti artinya. (d) Bicara tidak dipakai untuk komunikasi. (e) Banyak meniru atau membeo (echolalia). (f) Beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya, sebagian dari anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa. (g) Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.


  2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial: (a) Menolak/menghindari tatapan mata. (b) Tidak mau menengok bila dipanggil. (c) Seringkali menolak untuk dipeluk. (d) Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih asyik main sendiri. (e) Bila didekati untuk diajak bermain malah menjauh.

  3. Gangguan dalam perilaku: (a) Pada anak autistik terlihat adanya perilaku berlebihan (excess) atau kekurangan (deficit). Contoh perilaku yang berlebihan misalnya: hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, jalan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, melompat-lompat, dan mengulang-ngulang suatu gerakan tertentu. Contoh perilaku yang kekurangan adalah: duduk dengan tatapan kosong, melakukan permainan yang sama/monoton, sering duduk diam terpukau oleh suatu hal misalnya benda yang berputar. (b) Kadang ada kelekatan tertentu pada benda tertentu yang terus dipegangnya dan dibawa kemana-mana. (c) Perilaku yang ritualistik.

  4. Gangguan dalam perasaan/emosi: (a) Tidak dapat ikut merasakan yang dirasakan oleh orang lain, misalnya melihat anak menangis tidak akan merasa kasihan malah merasa terganggu, dan mungkin anak yang mendatangi anak tersebut dan memukulnya. (b) Kadang tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata. (c) Sering mengamuk tak terkendali, terutama jika tidak mendapatkan apa yang diinginkan, bisa menjadi agresif atau destruktif.

  5. Gangguan dalam persepsi sensoris: (a) Mencium-cium atau mengigit mainan atau benda-benda apa saja. (b) Bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga. (c) Tidak menyukai rabaan atau pelukan. (d) Merasa sangat tidak nyaman jika dipakaikan pakaian dari bahan yang kasar.

  6. Gejala tersebut tidak harus ada pada setiap anak penyandang autisme. Pada penyandang autisme yang berat mungkin hampir semua gejala itu ada, namun pada kelompok yang tergolong ringan hanya terdapat sebagian dari gejala-gejala tersebut.

Autisme merupakan spectrum disorder, sehingga gejala dan karakteristik yang tampak pada setiap individu autistik sangat beragam kombinasinya, dari ringan sampai berat. Karena itu tidak ada standard “tipe” tertentu bagi individu autistik.

From autis-info

Autisme? Apaan Tuh?

Alert : ini bukan "autis" yg digunain dalam bahasa slang remaja!!!

Wikipedia said...

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).

autis-info said...

Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.

Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.

Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang sampai yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”



YAI said...

Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan neurologi pervasif ini terjadi pada aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi proses perkembangan anak. Akibat gangguan ini sang anak tidak dapat secara otomatis belajar untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.

jadi bisa disimpulin...

Autisme bukan sekedar "terlalu asyik dengan dunianya sendiri sampai ga peduli sama keadaan sekitar", tetapi memiliki arti sebagai sebuah kondisi dimana seorang anak mengalami gangguan perkembangan yg membuat dirinya kesulitan (atau tidak mampu) untuk menjalani hubungan sosial seperti teman2nya yang lain